Website Thinkedu

Irak Sahkan UU Kontroversial, Pernikahan Anak Usia 9 Tahun Kini Legal

Irak Sahkan UU Kontroversial, Pernikahan Anak Usia 9 Tahun Kini Legal
Foto: Arek Socha dari Pixabay
Lingkaran.id - Parlemen Irak baru-baru ini meloloskan amandemen Undang-Undang (UU) Status Pribadi yang memicu kontroversi luas, baik di dalam maupun luar negeri. Revisi UU ini dianggap melegalkan pernikahan anak, dengan memperbolehkan usia pernikahan mulai dari 9 tahun, khususnya di bawah interpretasi mazhab Jaafari yang dianut oleh sebagian besar otoritas Syiah di Irak.
 

Amandemen ini meningkatkan wewenang pengadilan Islam dalam mengatur persoalan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, dan warisan. Pendukungnya mengklaim langkah ini sebagai upaya menyelaraskan hukum nasional dengan prinsip-prinsip Islam sekaligus melawan pengaruh budaya Barat. Namun, para aktivis HAM menilai keputusan ini melemahkan UU Status Pribadi 1959 yang selama ini menjadi dasar perlindungan hak perempuan dan anak.

Shin Tae-yong Resmi Tinggalkan Indonesia dengan Perpisahan Haru

Kritik Aktivis dan Dampak Sosial

Sejumlah organisasi HAM mengecam keputusan parlemen. Intisar al-Mayali, anggota Liga Wanita Irak, menyebut amandemen tersebut sebagai ancaman besar terhadap hak perempuan dan anak perempuan. “Anak-anak akan kehilangan masa kecil mereka, dan ini melanggar hak mereka untuk hidup bebas dari eksploitasi. Selain itu, perlindungan terhadap perempuan dalam kasus perceraian, hak asuh anak, dan warisan juga terancam,” ujarnya.

Berdasarkan hukum yang berlaku sebelumnya, usia minimum untuk menikah di Irak ditetapkan pada 18 tahun, kecuali dengan dispensasi tertentu. Namun, amandemen baru ini dinilai memberikan keleluasaan bagi para ulama untuk menafsirkan aturan sesuai pemahaman mereka terhadap hukum Islam, membuka jalan bagi praktik pernikahan anak.

Proses Voting yang Kontroversial

Sidang parlemen untuk mengesahkan amandemen ini berakhir dengan kericuhan. Beberapa anggota parlemen menuding proses pengambilan suara melanggar prosedur, karena tidak memenuhi kuorum. “Separuh dari anggota parlemen yang hadir tidak memberikan suara, tetapi amandemen tetap diloloskan,” ungkap seorang pejabat parlemen yang tidak mau disebutkan namanya.

Ketua parlemen Irak, Mahmoud al-Mashhdani, justru memuji keberhasilan pengesahan ini. Namun, banyak pihak mengecam keputusan tersebut sebagai langkah mundur dalam perlindungan hak asasi manusia, terutama bagi perempuan dan anak-anak di Irak.

Nikita Mirzani Gelar Sayembara Rp10 Juta untuk Temukan Pria Bernama Taufik

Reaksi Publik dan Internasional

Kontroversi ini mendapat sorotan tajam dari berbagai kelompok HAM internasional. Mereka menyerukan agar pemerintah Irak mempertimbangkan kembali amandemen tersebut demi melindungi hak-hak perempuan dan anak sesuai standar internasional.

Revisi UU ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak masih jauh dari selesai. Sementara itu, kelompok konservatif tetap bersikeras bahwa amandemen ini merupakan langkah penting untuk menjaga nilai-nilai agama di tengah pengaruh globalisasi.***

Berita Lainnya
Video Lingkaran
Berita Populer Bulan ini
Thinkedu Online Course
Berita Terbaru
Generasi Digtial Intelektual