Toxic positivity adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sikap yang berlebihan dalam mengejar kebahagiaan atau positivitas, bahkan dalam situasi yang tidak seharusnya. Sikap ini sering kali membuat seseorang mengabaikan atau menyangkal emosi negatif yang valid, seperti sedih, marah, atau kecewa. Orang yang menganut toxic positivity cenderung mengatakan hal-hal seperti "Jangan sedih, pikirkan saja sisi baiknya" atau "Semuanya akan baik-baik saja" tanpa memahami konteks yang lebih dalam.
Dampak Negatif Toxic Positivity terhadap Mental MilenialKemajuan teknologi dan media sosial telah membuat generasi milenial lebih rentan terhadap pengaruh toxic positivity. Berikut beberapa dampak negatif yang mungkin timbul:
1. Pengabaian Emosi yang SehatEmosi negatif adalah bagian alami dari kehidupan manusia. Merasa sedih, marah, atau kecewa adalah reaksi yang normal terhadap situasi yang tidak menyenangkan. Namun, toxic positivity sering kali mendorong orang untuk menyangkal atau mengabaikan emosi tersebut. Akibatnya, emosi yang terpendam dapat berkembang menjadi masalah mental yang lebih serius, seperti depresi atau kecemasan.
2. Tekanan Sosial untuk "Selalu Bahagia"Media sosial penuh dengan konten yang mendorong orang untuk "selalu positif" dan "selalu bahagia". Ini menciptakan tekanan sosial yang kuat, terutama bagi kaum muda, untuk menampilkan diri sebagai orang yang tidak pernah mengalami kesulitan atau kegagalan. Tekanan ini dapat menyebabkan perasaan bersalah atau tidak layak ketika seseorang merasa tidak bahagia, padahal hal itu adalah hal yang sangat manusiawi.
3. Penghambatan Proses Penyembuhan EmosionalKetika seseorang dipaksa untuk "melihat sisi baik" dari situasi yang buruk, mereka mungkin tidak mendapatkan waktu atau ruang untuk benar-benar memproses emosi negatif mereka. Proses penyembuhan emosional yang sehat membutuhkan penerimaan dan pengakuan atas perasaan tersebut, bukan pengabaian atau penyangkalan.
YOLO: Antara Menikmati Hidup dan Menghindari Stres
Toxic positivity sering kali tidak disadari karena terdengar seperti nasihat yang baik. Namun, ada beberapa tanda yang bisa membantu Anda mengenali fenomena ini:
Mengatasi toxic positivity membutuhkan kesadaran dan perubahan dalam cara kita memandang emosi dan kehidupan. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Terima dan Akui Emosi AndaEmosi negatif adalah bagian alami dari kehidupan. Daripada mencoba mengabaikan atau menyangkalnya, cobalah untuk menerima dan mengakuinya. Berikan diri Anda waktu untuk merasa sedih, marah, atau kecewa tanpa perlu merasa bersalah.
2. Praktikkan Self-CompassionSikap self-compassion (kasih sayang kepada diri sendiri) adalah lawan dari toxic positivity. Daripada memaksa diri untuk selalu positif, cobalah untuk bersikap baik dan memahami kepada diri sendiri, sebagaimana Anda akan melakukan kepada teman yang mengalami kesulitan.
3. Cari Dukungan yang SehatSeorang teman atau mentor yang bisa mendengarkan dan memahami perasaan Anda tanpa mencoba mengubahnya dengan cepat adalah sumber dukungan yang berharga. Jauhi orang-orang yang hanya memberikan nasihat "selalu positif" tanpa memahami konteks Anda.
4. Fokus pada Tindakan, Bukan Hanya SikapPositivitas yang sehat tidak hanya tentang sikap, tetapi juga tentang tindakan. Daripada sekadar "berpikir positif", cobalah untuk mengambil langkah-langkah kecil yang bisa membantu Anda mengatasi situasi sulit.
Toxic positivity adalah fenomena yang mungkin tidak disadari, namun dampaknya bisa sangat merusak bagi kesehatan mental. Penting untuk memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari pengabaian emosi negatif, melainkan dari penerimaan dan pengelolaan emosi yang seimbang. Dengan kesadaran yang lebih tinggi, kita bisa membangun sikap yang lebih sehat dan mendukung pertumbuhan mental yang positif.****