Lingkaran.id - Dosen dan mahasiswa dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat mengeluarkan manifesto pernyataan terbuka untuk menyuarakan kekhawatiran mereka terkait kondisi bangsa menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Dalam lima poin pernyataan tersebut, mereka menekankan penolakan terhadap praktek politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Presiden Jokowi yang secara terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon presiden.
Hary Effendi Iskandar, penggagas aliansi civitas akademika Unand, menyampaikan pernyataan tersebut kepada wartawan di kampus Unand Padang.
Deklarasi pemilu damai : Mengutuk penguasa otoriter, Civitas UI minta Pemerintah netralDalam pernyataan terbuka tersebut menegaskan penolakan terhadap praktik politik dinasti serta mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan kekuasaannya yang dapat berpotensi mengakibatkan segala bentuk kecurangan dalam Pemilu.
"Kami menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu, serta menjalankan tugas sesuai amanah reformasi konstitusi," ungkap Hary.
Selain itu, aliansi tersebut juga mendesak pemerintah untuk mengembalikan marwah perguruan tinggi sebagai institusi penjaga nilai dan moral yang independen tanpa adanya intervensi dan politisasi dari elit.
Pernyataan terakhir dalam manifesto tersebut mengajak masyarakat untuk bersikap kritis dan menolak politisasi bantuan sosial demi kepentingan politik status quo atau kelompok tertentu dalam politik elektoral.
Hary menjelaskan bahwa manifesto ini merupakan wujud persatuan civitas akademika Unand dalam tekad bulat untuk mengembalikan peran mulia perguruan tinggi sebagai penjaga nilai-nilai dan benteng moral kebaikan serta keadilan di negeri ini.
"Kami menyaksikan dengan keprihatinan bagaimana peran perguruan tinggi sebagai pilar utama pembangunan intelektual dan moral, perlahan menyusut bahkan hampir menghilang selama satu dekade terakhir," ujar Hary.
Pentingnya Pemahaman Pemilu Bagi Generasi MudaPenyimpangan kekuasaan telah merajalela di seluruh lini kehidupan masyarakat, termasuk di perguruan tinggi, yang telah menggoyahkan fondasi nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi.
Hary memberikan contoh intervensi penguasa terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), ketidaknetralan penyelenggara Pemilu, dan tidak independennya pejabat publik dari tingkat kementerian hingga kepala desa sebagai pemandangan ironis dalam tatanan demokrasi.
Manifesto ini diharapkan dapat menjadi kesadaran bersama dalam menjaga integritas demokrasi dan memperkuat peran perguruan tinggi sebagai garda terdepan dalam menegakkan nilai-nilai moral dan keadilan di Indonesia.***