“Pencabutan SP3 hanya bisa dilakukan melalui praperadilan, tapi masalahnya, sampai sekarang surat SP3 itu belum kami terima,” ujar kuasa hukum para korban, Muhammad Soleh.
Pria yang akrab disapa Cak Soleh ini menilai proses hukum menjadi tidak transparan karena pihak pelapor tidak diberikan dokumen SP3 tersebut.
“Seharusnya pelapor tahu faktanya, tapi ini tidak dikasih. Ini yang membuat aneh,” tambahnya.
Menurutnya, satu-satunya jalan agar SP3 tersebut bisa dicabut adalah melalui tekanan dari parlemen. “Perlu ada dorongan dari DPR agar SP3 ini dicabut. Kalau lapor ulang ke polisi, sudah pasti akan dianggap kedaluwarsa,” tegas Cak Soleh.
Karena itu, ia dan tim hukum akan mengupayakan pengambilan salinan SP3 ke Mabes Polri. Upaya ini akan dilakukan dalam waktu dekat, baik dengan mengirimkan surat permohonan resmi atau langsung mendatangi Mabes Polri.
“Kami sedang pertimbangkan, minggu depan akan bersurat atau datang langsung. Akan dibicarakan dulu dengan para korban,” jelasnya.
Cak Soleh juga mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Mabes Polri yang sampai sekarang belum merespons atau memberikan pernyataan terkait permintaan informasi ini, meski berbagai instansi telah dilibatkan.
“Sudah kami adukan ke Kementerian HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), bahkan ke DPR. Tapi Mabes Polri tetap diam, tidak ada komentar,” ujarnya dengan nada kecewa.
Megawati Zebua Laporkan Akun TikTok yang Sebarkan Video Dugaan Cekcok dengan Pramugari
Sebagai latar belakang, salah satu korban bernama Vivi pernah mengajukan laporan ke Mabes Polri pada tahun 1997 atas dugaan kekerasan dan penghilangan identitas diri. Namun, pada tahun 1999, kasus tersebut dihentikan dengan alasan minimnya bukti. Meski demikian, hingga kini surat resmi penghentian penyidikan belum pernah diberikan kepada pihak pelapor.
Kasus ini kembali mencuat setelah sejumlah mantan pemain OCI secara terbuka menceritakan pengalaman pahit yang mereka alami selama bekerja di lingkungan sirkus tersebut. Pengakuan tersebut membuka kembali luka lama dan mendorong upaya hukum demi keadilan yang tertunda.***