Polisi Sipil Rio de Janeiro menegaskan bahwa berdasarkan temuan forensik, Juliana tidak mungkin memiliki kesempatan untuk bergerak atau bertahan lebih lama akibat cedera yang dialaminya. Kondisi luka dan benturan yang diderita disebut sangat fatal.
Hasil otopsi ini selaras dengan temuan awal dari tim forensik Indonesia yang telah melakukan pemeriksaan jenazah pada 27 Juni 2025 di Bali. Saat itu, pakar forensik Indonesia, Ida Bagus Alit, menjelaskan bahwa kematian Juliana disebabkan oleh trauma tumpul di bagian dada, patah tulang pada bahu, tulang belakang, dan paha, serta luka-luka luar seperti goresan dan lecet. Ia juga menjelaskan bahwa tidak ada indikasi bahwa kematian Juliana terjadi secara lambat atau dalam jangka waktu lama setelah cedera.
Dari sisi medis, tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan gizi, kelelahan ekstrem, atau penggunaan zat berbahaya dalam tubuh Juliana. Namun, laporan tim forensik Brasil menambahkan bahwa korban kemungkinan besar mengalami tekanan psikologis sebelum kematiannya. Dalam laporan teknis tersebut disebutkan bahwa Juliana mengalami “periode agonal” fase menjelang kematian yang ditandai dengan penurunan drastis fungsi pernapasan dan sirkulasi tubuh.
Faktor lingkungan seperti stres, rasa terisolasi, serta kondisi medan pendakian yang ekstrem disebut sebagai kemungkinan penyebab tambahan yang memperburuk kondisi korban. Hal ini diduga turut menyebabkan disorientasi yang berujung pada kecelakaan fatal tersebut.
Eks Scammer Kamboja Tipu Puluhan WNI dengan Modus Love Scamming: Tiga Ditangkap, Satu Buron
Pakar forensik juga mencatat bahwa meski terdapat cedera kepala, tidak ditemukan tanda herniasi otak, yaitu kondisi medis serius yang umumnya terjadi beberapa jam atau hari setelah cedera parah. Begitu pula dengan pendarahan hebat di dada dan perut, tidak menunjukkan tanda-tanda pendarahan lambat, mengindikasikan bahwa kematian terjadi seketika setelah korban terjatuh.
Dengan hasil otopsi yang telah dikonfirmasi dari dua negara, baik Brasil maupun Indonesia, kasus kematian tragis Juliana Marins kini lebih terang secara medis, meski meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan komunitas pendaki internasional.***