
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, memaparkan bahwa sejumlah WP telah menunggak kewajiban mereka hingga lebih dari satu dekade. Tidak sedikit dari mereka yang kini tidak lagi dapat dilacak, baik karena telah meninggalkan Indonesia maupun menghilang tanpa keterangan jelas. Kondisi tersebut bahkan sempat membuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi rekomendasi agar sebagian tunggakan dihapus dari pencatatan.
“Ada WP yang memang tidak bisa dicari lagi jejaknya karena sudah tidak berada di Indonesia, misalnya. Itu yang kemudian berdasarkan audit BPK diusulkan untuk dihapus,” ujar Bimo dalam sesi media gathering di Kantor Wilayah DJP Bali, Denpasar, Selasa (25/11/2025).
Meski demikian, Bimo menegaskan bahwa penghapusan tunggakan tidak menghilangkan hak negara untuk tetap melakukan penagihan. DJP masih dapat menelusuri aset maupun aktivitas keuangan melalui badan usaha atau entitas afiliasi yang terkait dengan WP yang bersangkutan.
“Kalaupun badan usaha lamanya sudah dibubarkan, kami tetap bisa mendeteksi peralihan ke badan usaha baru. Aset-aset dan rekening yang masih aktif tetap bisa kami amankan,” jelasnya.
Bimo menambahkan bahwa langkah pemulihan aset juga akan diperkuat melalui koordinasi dengan Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung. Jika diperlukan, upaya penagihan melalui BPA akan menjadi langkah terakhir dalam mengejar piutang negara. Selain itu, DJP turut berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara (Jamdatun), terutama untuk WP yang sedang menghadapi proses hukum.
Namun demikian, tidak seluruh WP dapat ditagih secara aktif pada tahap ini. Banyak di antaranya masih menjalani proses hukum dan belum memiliki putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
“Dari 201 wajib pajak, sebagian belum bisa kami tagih karena masih menunggu putusan inkrah. Setelah itu baru bisa dilakukan tindakan lanjutan,” kata Bimo.
Kolom Komentar Ditutup! Inara Rusli Dihujani Isu Pelakor, Publik Masih Menunggu Klarifikasi Resmi
Hingga akhir 2025, DJP menargetkan penerimaan sebesar Rp20 triliun dari para penunggak pajak besar. Dari total 201 WP, diketahui 91 telah melakukan pembayaran, 59 WP tengah menjalani tindak lanjut lain, 27 WP berstatus pailit, 5 WP mengalami kesulitan likuiditas, dan 4 WP masih berada dalam pengawasan aparat penegak hukum.
Selain itu, DJP mencatat bahwa proses penelusuran aset (asset tracing) telah dilakukan terhadap 5 WP, 9 WP telah masuk daftar pencegahan ke luar negeri bagi para pemilik manfaatnya, dan 1 WP telah dikenakan tindakan penyanderaan (gijzeling).***