"Sejak Desember [2024], tidak pernah lagi dapat gaji sampai sekarang. Anak saya ada tiga, semuanya mahasiswa, dan satu lagi bekerja di swasta. Ini yang bikin saya sangat sedih," ujar Martha dengan mata berkaca-kaca.
Kondisi keuangan keluarga menjadi semakin sulit. Martha mengaku merasa kecewa ketika mencoba menarik uang di rekeningnya, namun mendapati saldo kosong.
"Saya dua kali ke ATM, selalu saldo Anda nol, saldo Anda nol. Sedih sekali itu saya. Saya sampai marah ke suami saya, ‘Gara-gara kau, jadi begini.’ Tapi dalam hati kecil saya kasihan, kok bisa begini kami alami," ucapnya dengan nada pilu.
Untuk mengatasi masalah keuangan, Martha terpaksa meminta bantuan dari keluarga, termasuk saudara ipar, serta menjual sebagian perhiasan pribadinya.
"Saya minta tolong kakak dan ipar. Perhiasan kecil-kecil yang saya miliki juga saya jual untuk bertahan hidup dan membayar uang kuliah anak-anak," tambah Martha.
Dalam kasus ini, Mangapul bersama dua hakim PN Surabaya lainnya, Heru Hanindyo dan Erintuah Damanik, didakwa menerima suap senilai Rp 4,6 miliar. Suap tersebut terdiri dari Rp 1 miliar dan SGD 308.000 (sekitar Rp 3,6 miliar) untuk memengaruhi vonis bebas Ronald Tannur.
Dana Donasi untuk Agus Salim Dialihkan ke Korban Bencana Gunung Lewotobi
Jaksa mengungkap bahwa uang suap sebagian besar diterima melalui Erintuah Damanik dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, di Bandara Ahmad Yani Semarang pada Juni 2024. Selanjutnya, uang tersebut dibagi-bagikan di ruang kerja hakim,
Selain itu, Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 125,4 juta dalam bentuk uang tunai rupiah dan mata uang asing:Mangapul didakwa melanggar Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia juga didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 dalam undang-undang yang sama.***