Lingkaran.id - Wacana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi menjadi sorotan. Implementasinya dinilai berpotensi jauh dari tujuan untuk pemerataan pengelolaan sumber daya alam. Pasalnya pengelolan tambang membutuhkan modal dan tata kelola yang tidak mudah. Dikhawatirkan konsesi tambang hanya dinikmati oleh perguruan tinggi ternama.
Pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi termuat dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara pada Pasal 51 A. Kekinian aturan ini sudah disepakati Badan Legislasi DPR RI, dan hanya menunggu waktu untuk disahkan.
Mengenal Lebih Dekat Pendiri Raja-Raja Kerajaan SriwijayaAsosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia atau Aptisi pihak yang mengusulkan wacana ini. Ketua APTISI Budi Djatmiko menyebut usulannya berangkat dari keresahan mereka soal program studi di perguruan tinggi yang sangat monoton. Keresahan itu pernah mereka sampaikan kepada Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi pada 2016.
Menurut dia, Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, semestinya perguruan tinggi melihatnya sebagai peluang untuk menghadirkan program studi yang kontekstual.Selanjutnya setelah kemenangan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih pada 2024, Budi kembali menyampaikan wacana tersebut saat diundang bersama sejumlah guru besar dari berbagai universitas. Dia pun mempresentasikan gagasannya terkait pentingnya perguruan tinggi dilibatkan dalam pengelolaan tambang.
Dia berpandangan, perguruan tinggi merupakan organisasi nirlaba yang basisnya menghasilkan riset dan pengembangan sumber daya manusia. Dengan dilibatkan perguruan tinggi akan membantu pengembangan hasil pertambangan seperti nikel dan batubara.
"Ujung-ujungnya kita bisa membuka industri-industri hilir. Misalnya, kita bisa membuka perusahaan baterai, bisa membuka perusahaan mobil dan sebagainya," ujar Budi.Tanggapan Perguruan Tinggi Swasta
Viral! Bayi Diberi Nama Tengah "Tiktok", Bikin Netizen HebohRektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Fathul Wahid dengan tegas menolak pemberian konsesi tambang bagi perguruan tinggi. Dia menegaskan pengelolaan bisnis pertambangan bukan ranah perguruan tinggi.
"Kalau saya ditanya, UII ditanya, jawabannya termasuk yang tidak setuju, karena kampus wilayahnya tidak di situ," ujar Fathul beberapa waktu lalu.
Dia mengingatkan kampus harus fokus pada Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dia khawatir keterlibatan pengelolaan tambang dapat mengikis sensitivitas perguruan tinggi terhadap dampak lingkungan yang terjadi.
"Logika bisnisnya menjadi dominan karena uang itu biasanya agak menghipnotis. Kalau itu sampai terjadi akan berbahaya," katanya.
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Asep Saefuddin, memberikan pandangan yang berbeda. Dia sepakat perguruan tinggi mendapatkan konsesi tambang dengan catatan harus memperhatikan prinsip-prinsip environmental, social, and governance (ESG) atau dampak kerusakan lingkungannya.