Informasi ini diungkap langsung oleh anggota DPRD Medan dari Fraksi Partai NasDem, Antonius Tumanggor, yang juga merekam video viral tersebut. Antonius menyebut video itu direkam saat Camat Hendra diperiksa terkait dugaan pungli atas pengelolaan sampah dan hasil tes urine yang mencurigakan.
"Itu video lama, saya yang rekam. Waktu itu dia diperiksa karena pungli soal sampah dan hasil tes urine," ujar Antonius, Kamis (29/5/2025).
Setelah kasus ini mencuat, nama Siska disebut-sebut berperan dalam menutupi skandal tersebut. Dalam sebuah percakapan telepon yang diungkap Antonius, Siska bahkan mengklaim bahwa tindakannya mendapat perintah langsung dari Sekda Kota Medan, Wiriya Alrahman.
"Dia (Siska) bilang itu perintah dari Sekda. Kok bisa bawa-bawa nama Sekda?" kata Antonius dengan nada heran.
Antonius juga menyoroti sejumlah persoalan lain yang melibatkan Siska, termasuk kasus pengangkatan kepling (kepala lingkungan) dari luar daerah Sei Agul yang menimbulkan protes warga, hingga dugaan campur tangan dalam proses perdamaian kasus-kasus yang mencurigakan.
"Dia juga pernah terlibat soal kepling luar Sei Agul yang bikin warga marah. Hari ini dia telpon saya lagi, katanya soal panggil mandor harus pakai surat resmi. Tapi mereka sebenarnya ingin hapus pidana pungli itu," ungkapnya.
Ngaku Butuh Uang, Perempuan di MiChat Pancing Korban untuk Diperas Bersama Komplotannya
Lebih lanjut, Antonius menyebut bahwa ada lima mandor yang diduga menyetor uang iuran sampah secara tidak sah, dengan total taksiran mencapai Rp 50 juta. Jumlah setoran bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 18 juta. Uang tersebut seharusnya disetorkan langsung ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Medan, bukan melalui jalur tidak resmi.
"Rata-rata mandor setor Rp 10 juta, ada yang Rp 5 juta, Rp 13 juta, sampai Rp 18 juta. Sekarang katanya mau dipulangkan atas perintah Sekda. Ini sudah masuk ranah penyalahgunaan wewenang," pungkas Antonius.
Hingga saat ini belum ada klarifikasi resmi dari Pemko Medan maupun Sekda Wiriya Alrahman terkait tudingan tersebut. Kasus ini terus menjadi perhatian karena menyangkut integritas aparatur sipil negara serta potensi praktik kolusi dan penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan pemerintahan daerah.***