
Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 27–28 Oktober 1928 di Batavia (kini Jakarta) melahirkan tiga ikrar monumental: Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tiga ikrar ini menjadi dasar kuat berdirinya identitas nasional Indonesia jauh sebelum kemerdekaan 1945. Di masa itu, pemuda dari berbagai daerah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua sepakat melebur dalam satu semangat kebangsaan.
Tak banyak yang tahu bahwa dalam Kongres Pemuda II, lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman pertama kali dikumandangkan secara instrumental menggunakan biola. Saat itu, belum ada lirik yang dinyanyikan karena suasana politik masih sensitif terhadap gerakan nasionalisme. Fakta ini menunjukkan betapa beraninya para pemuda kala itu menanamkan rasa cinta tanah air dengan cara yang cerdas dan simbolis.
BLT Kesra Rp 900 Ribu Dicairkan, Begini Cara Cek dan Ambilnya!!
Kini, 97 tahun kemudian, semangat Sumpah Pemuda tetap hidup, meski dalam bentuk yang berbeda. Di era media sosial dan teknologi, persatuan dan perjuangan tak lagi hanya diwujudkan di jalanan atau gedung kongres, tapi juga di dunia digital. Generasi muda Indonesia berjuang lewat konten edukatif, startup sosial, kampanye lingkungan, dan gerakan literasi digital. Bahkan, tema resmi tahun ini, “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”, menegaskan bahwa kolaborasi antar generasi adalah kunci menjaga Indonesia tetap tangguh di tengah perubahan zaman.
Sumpah Pemuda bukan sekadar teks sejarah yang dibacakan tiap tahun. Ia adalah manifestasi tanggung jawab moral bagi setiap generasi untuk menjaga nilai-nilai: persatuan di tengah perbedaan, kemandirian di tengah globalisasi, dan integritas di tengah arus informasi yang bebas. Jika pada 1928 para pemuda bersatu melawan penjajahan fisik, maka di 2025, perjuangan para pemuda adalah melawan disinformasi, intoleransi, dan sikap apatis terhadap bangsa sendiri.
Magang Hub Kemnaker 2025 Segera Dibuka: Cara Daftar, Syarat, dan Gaji Rp 3,3 Juta per Bulan
Di tengah derasnya arus konten viral dan persaingan digital global, Sumpah Pemuda mengingatkan kita bahwa menjadi Indonesia bukan sekadar kebanggaan, tapi juga tanggung jawab kolektif. Menjadi pemuda berarti berani berpikir kritis, mencipta solusi, dan berkontribusi nyata bukan hanya mengikuti tren, tetapi menciptakan arah baru untuk bangsa. “Persatuan tidak lahir dari keseragaman, tapi dari keberagaman yang saling menguatkan.”
Sumpah Pemuda bukan cerita masa lalu. Ia adalah cermin masa depan. Dari Kongres Pemuda 1928 hingga Sumpah Pemuda 2025, semangatnya tetap sama: Pemuda Indonesia Bersatu, Bergerak, dan Berkarya untuk Negeri.****