Dalam keterangan resmi, polisi menyebut WFT mengaku telah meretas hingga 4,9 juta data nasabah bank. Data tersebut kemudian diperjualbelikan melalui forum gelap atau dark web dengan menggunakan mata uang kripto sebagai alat pembayaran.
Penyidik menemukan bahwa sejak 2020, WFT aktif menggunakan berbagai identitas digital untuk menghindari pelacakan. Ia kerap berganti username, mulai dari “Bjorka”, “SkyWave”, hingga “Opposite6890”. Aktivitasnya di forum-forum dunia maya memperlihatkan pola konsisten sebagai pelaku peretasan yang terorganisir.
Rizky Febian Kolaborasi Dengan Adrian Khalif Di Lagu “Alamak” Yang Bikin Bucin
Tersangka ditangkap pada 23 September 2025 di rumahnya di Totolan, Minahasa, setelah adanya laporan dari sebuah bank yang mendeteksi aktivitas akses ilegal. Bukti digital yang ditemukan polisi menguatkan dugaan bahwa WFT adalah pelaku utama di balik peretasan ini.
Atas tindakannya, WFT dijerat pasal berlapis dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait akses ilegal, pemalsuan dokumen elektronik, dan penyalahgunaan data pribadi. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.
Viral Chat Mesum Diduga Hokky Caraka, Netizen Heboh: Hoaks atau Fakta?
“Kejahatan siber seperti ini sangat merugikan masyarakat. Kami akan menindak tegas pelaku untuk memberikan efek jera,” ujar perwakilan kepolisian dalam konferensi pers, Jumat (3/10).
Kasus penangkapan Bjorka kembali menegaskan lemahnya sistem keamanan data di Indonesia. Pakar keamanan siber menilai, insiden ini harus menjadi momentum bagi lembaga keuangan dan pemerintah untuk meningkatkan standar perlindungan data agar kebocoran serupa tidak kembali terjadi.****