
Berdasarkan keterangan resmi TNI AU dan saksi di lapangan, berikut rangkaian peristiwa yang berhasil dihimpun:
Pukul 09.08 WIB
Pesawat PK‑S126 lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja Bogor. Penerbangan ini merupakan sortie kedua dalam rangka latihan profisiensi olahraga dirgantara FASI.
Pukul 09.15 WIB
Warga sekitar Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, mulai melihat pesawat bermanuver rendah di udara.
Pukul 09.19 WIB
Pesawat tiba-tiba hilang kendali. Beberapa saksi mata mendengar suara mesin meraung sebelum jatuh menghantam lahan kosong di sekitar TPU Astana Ciampea.
"Kami lihat pesawatnya oleng, lalu menghantam tanah dengan keras," ujar Agus (35), warga sekitar.
Setelah Evakuasi
Tim SAR gabungan, TNI AU, dan Basarnas bergerak cepat mengevakuasi korban. Fajar Adriyanto dinyatakan meninggal dunia saat tiba di RSAU dr. M. Hassan Toto, sedangkan co-pilot Roni Ahmad mengalami luka berat dan kini dirawat intensif.
Kadispenau Marsma TNI I Nyoman Suadnyana memastikan bahwa pesawat yang digunakan memiliki Surat Izin Terbang Nomor SIT/1484/VIII/2025 dan dalam kondisi layak terbang.
Fajar Adriyanto bukan nama asing dalam dunia penerbangan TNI AU. Lulusan AAU 1992 ini dikenal sebagai penerbang jet tempur F‑16 yang terlibat langsung dalam insiden Bawean 2003, saat F-16 Indonesia menghadang pesawat F/A‑18 Hornet milik AS yang melintas tanpa izin di langit Indonesia.
Karier militernya cemerlang, dengan jabatan penting antara lain:
Komandan Skadron Udara 3
Danlanud Manuhua
Kadispenau
Kapuspotdirga
Aspotdirga Kaskoopsudnas
Kapoksahli Kodiklatau (jabatan terakhir)
Hingga kini, tim investigasi gabungan TNI AU dan KNKT masih berada di lokasi untuk mencari penyebab pasti kecelakaan.
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa dunia penerbangan, meski penuh prestasi dan kebanggaan, selalu diiringi risiko tinggi. Marsma TNI Fajar Adriyanto akan dikenang sebagai pahlawan udara yang hingga akhir hayatnya mengabdikan diri pada langit Indonesia.****