Lingkaran.id - Perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex buka suara soal isu yang menyebut mereka tengah di ambang kebangkrutan. Mereka membantah kabar tersebut.
Welly juga menyampaikan pihaknya telah memohon relaksasi kewajiban keuangan (pokok dan bunga) kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan atas relaksasi tersebut.
Ia lantas menjelaskan penyebab penurunan pendapatan secara dramatis imbas pandemi covid-19 dan persaingan ketat di industri tekstil global.
Remaja Tewas Diduga Usai Tertimpa huruf Anjungan TorajaMenurut Welly, kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.
Selain itu, lesunya industri tekstil terjadi karena over supply tekstil di China. Hal ini menyebabkan terjadinya dumping harga yang mana produk-produk ini menyebar terutama negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya dan salah satunya Indonesia.
Weilly menyebut situasi geopolitik dan gempuran produk China masih berlangsung, hingga penjualan belum pulih.
"Kendati, perusahaan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," jelasnya.
Kesal Anaknya Tak Kunjung Dinikahi, Seorang Ayah Nekat Bacok Pacar hingga TewasMenanggapi keadaan tersebut, Sritex memiliki sejumlah strategi. Seperti, meningkatkan keahlian dan kualitas sumber daya manusia (SDM), reorganisasi SDM untuk meningkatkan efisiensi operasional, dan implementasi anggaran yang efisien dengan prioritas pada produk yang mendukung tujuan bisnis berkelanjutan.