Menkumham Tegaskan Revisi UU TNI Inisiatif DPR, Bukan Pemerintah
Terlihat seluruh anggota dewan yang hadir serempak menyatakan persetujuan mereka dengan lantang, disusul dengan ketukan palu yang menandai pengesahan UU tersebut.
Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, menjelaskan bahwa pembahasan RUU TNI dimulai sejak 18 Februari 2025, saat DPR menerima surat dari Presiden Prabowo Subianto yang menunjuk wakil pemerintah untuk membahas serta menyetujui RUU tersebut. Pada tanggal yang sama, pimpinan DPR mengeluarkan surat kepada Komisi I untuk menegaskan agenda pembahasan RUU ini.
Sebagai langkah awal, Komisi I DPR RI mengadakan rapat internal pada 27 Februari 2025 guna membentuk panitia kerja (panja) yang terdiri dari 23 anggota. Selanjutnya, Komisi I menggelar serangkaian pertemuan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan elemen masyarakat sipil, dalam rangka menjamin partisipasi yang bermakna dalam pembahasan regulasi ini.
Dalam laporan yang disampaikan pada sidang paripurna ke-15, Utut Adianto menegaskan bahwa seluruh tahapan pembahasan RUU TNI telah dijalankan secara transparan dan komprehensif. Pembahasan dilakukan tidak hanya bersama perwakilan pemerintah tetapi juga melibatkan koalisi masyarakat sipil serta internal Komisi I melalui panitia kerja.
Sidang paripurna ini turut dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.
Di sisi lain, aksi protes dari kelompok masyarakat sipil yang menolak pengesahan RUU TNI juga terlihat di luar Gedung DPR sejak dini hari. Massa aksi mendirikan tenda sebagai simbol perlawanan terhadap perubahan undang-undang ini. Keamanan di sekitar gedung DPR diperketat dengan kehadiran aparat kepolisian serta personel TNI yang turut menjaga area parlemen.
Poin-Poin Perubahan dalam RUU TNI
Pengesahan RUU TNI membawa sejumlah perubahan signifikan dalam regulasi yang mengatur institusi militer di Indonesia. Beberapa perubahan utama meliputi perluasan tugas pokok TNI, penyesuaian usia pensiun, serta perluasan peran TNI di sejumlah kementerian/lembaga.
Perluasan Tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang
Dalam Pasal 7, RUU TNI menambahkan dua tugas baru dalam operasi militer selain perang. Dari yang sebelumnya hanya 14 tugas, kini menjadi 16.
Menanggulangi ancaman pertahanan siber.
Melindungi dan menyelamatkan warga negara Indonesia serta kepentingan nasional di luar negeri.
Penyesuaian Usia Pensiun Prajurit
Pasal 53 mengatur batas usia pensiun prajurit berdasarkan pangkatnya:
Bintara dan tamtama: 55 tahun
Perwira hingga pangkat kolonel: 58 tahun
Perwira tinggi bintang satu: 60 tahun
Perwira tinggi bintang dua: 61 tahun
Perwira tinggi bintang tiga: 62 tahun
Perwira tinggi bintang empat: 63 tahun (dapat diperpanjang hingga dua tahun dengan keputusan presiden)
Penambahan Jabatan Publik yang Bisa Diisi oleh TNI Aktif
Pasal 47 mencantumkan penambahan empat lembaga yang dapat diisi oleh perwira aktif TNI, dari sebelumnya 10 menjadi 14. Keempat lembaga tambahan tersebut adalah:
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Badan Penanggulangan Bencana
Badan Penanggulangan Terorisme
Badan Keamanan Laut
Dua Anggota DPRD Medan Terlibat Perkelahian di Toilet, Video Viral di Media Sosial
Dengan penambahan ini, daftar lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit TNI aktif mencakup berbagai instansi strategis, termasuk Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara (BIN), hingga Kejaksaan Republik Indonesia pada posisi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer.
Pengesahan RUU TNI ini menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak. Di satu sisi, pemerintah dan DPR menegaskan bahwa perubahan regulasi ini bertujuan memperkuat peran TNI dalam menjaga pertahanan negara dan merespons tantangan global, termasuk ancaman siber serta perlindungan WNI di luar negeri. Namun, di sisi lain, kelompok masyarakat sipil mengkhawatirkan perluasan peran TNI dalam kehidupan sipil serta potensi ketidakseimbangan dalam sistem pemerintahan yang demokratis.***