
Simulasi TKA 2025 Resmi Dimulai: 3,5 Juta Siswa SMA/SMK Siap Hadapi Ujian Nasional Era Baru
Dengan demikian, pasca penghapusan status honorer, struktur ASN hanya akan terdiri dari dua kategori, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) baik yang bekerja penuh waktu maupun paruh waktu.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menegaskan komitmen pemerintah untuk menghapus sistem kepegawaian honorer. Sistem lama dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat serta menimbulkan kesenjangan kesejahteraan di antara pegawai pemerintahan.
Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin memastikan proses rekrutmen dan pengangkatan pegawai dilakukan secara transparan dan terstandar. Artinya, tidak ada lagi instansi yang boleh mengangkat tenaga non-ASN secara mandiri. Semua proses penerimaan pegawai wajib mengikuti seleksi resmi ASN melalui jalur CPNS atau PPPK.
Untuk menjamin proses transisi berjalan tanpa hambatan, pemerintah melakukan langkah terpadu melalui kerja sama antara Kementerian PAN-RB, BKN, Kementerian Dalam Negeri, serta pemerintah daerah. Langkah-langkah tersebut meliputi pendataan dan validasi tenaga honorer, penetapan formasi PPPK, pelaksanaan seleksi tahap akhir pada 2025, hingga penerapan skema PPPK paruh waktu bagi tenaga honorer yang belum dapat diangkat secara penuh waktu.
Zudan menegaskan bahwa setiap tenaga honorer akan mendapatkan perhatian sesuai data yang tercatat secara resmi.
“Tidak ada tenaga non-ASN yang tiba-tiba diberhentikan. Semua akan melalui proses pendataan dan pemetaan. Ada yang diangkat penuh waktu, ada yang paruh waktu, tergantung kebutuhan instansi dan hasil seleksi,” ujarnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa hanya data tenaga honorer yang tervalidasi di sistem BKN yang akan diproses dalam mekanisme transisi tersebut.
Mulai 1 Januari 2026, seluruh instansi pemerintah dilarang mempekerjakan tenaga non-ASN tanpa dasar hukum. Pegawai dengan status honorer tidak lagi diakui sebagai bagian dari aparatur pemerintah, dan gaji maupun tunjangan mereka tidak dapat dianggarkan melalui APBN atau APBD. Instansi yang masih mempekerjakan tenaga honorer berisiko mendapat sanksi administratif.
Kebijakan ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam pembenahan sistem ASN nasional, sekaligus mendorong profesionalitas, ketertiban administrasi, serta peningkatan transparansi di tubuh birokrasi pemerintahan.
Berdasarkan data BKN, jumlah tenaga non-ASN yang tercatat saat ini mencapai sekitar 2,3 juta orang. Dari total tersebut, 1,4 juta telah resmi diangkat menjadi PPPK, sementara sisanya masih menunggu proses seleksi dan verifikasi data di instansi masing-masing. Pemerintah menargetkan seluruh proses transisi dapat rampung pada akhir Desember 2025, sehingga sistem kepegawaian yang baru bisa berlaku sepenuhnya pada awal 2026.
Meski demikian, beberapa pemerintah daerah, terutama di wilayah kabupaten dan kota kecil, mengaku menghadapi tantangan terkait keterbatasan formasi dan anggaran untuk mengakomodasi tenaga PPPK. Menanggapi hal ini, Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memperpanjang batas waktu yang telah ditetapkan.
“Tanggal 31 Desember 2025 itu batas akhir. Kita harus disiplin menjalankan amanat Undang-Undang ASN,” tegas Anas.
Sumpah Pemuda 2025: Sejarah, Fakta Unik, dan Arti Tersirat Sumpah Pemuda Indonesia
Kendati menimbulkan kecemasan di kalangan tenaga honorer, kebijakan ini juga membuka peluang besar bagi mereka untuk beralih menjadi ASN yang memiliki kepastian hukum, perlindungan sosial, serta jenjang karier yang jelas. Melalui skema PPPK, baik penuh maupun paruh waktu, tenaga honorer berkesempatan mendapatkan pengakuan resmi sebagai bagian dari aparatur sipil negara.
Pemerintah berharap transformasi besar ini dapat mewujudkan sistem kepegawaian yang profesional, adil, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas.***