“Berkurang banget sih sebenarnya. Berkurang parah. (Sebelum ada MBG) Bisa Rp 700, Rp 800 ribu. Setelah ada MBG paling Rp 400 ribu,” ujar Wati ketika ditemui pada Kamis (16/1/2025). Menurutnya, penurunan ini mencapai hingga 40% dari pendapatan sebelumnya.
Untuk mengurangi potensi kerugian, Wati mengaku terpaksa menurunkan porsi dagangannya. Hal ini juga mengikuti arahan dari pemerintah yang sebelumnya melakukan sosialisasi terkait program MBG.
“Mau nggak mau porsinya dikurangin. Karena kalau bikin kayak awal, ya, rugi terus bakalan,” jelasnya.
Anak Guru SD Tak Terima Ibunya Viral, Tuntut Bukti Kasus Siswa Belajar di Lantai
Meskipun demikian, Wati berharap pemerintah bisa memberikan solusi agar program MBG tidak sepenuhnya mematikan usaha kecil seperti kantin sekolah. Banyak pedagang kantin yang bergantung pada pendapatan harian untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Kasus yang dialami Wati bukanlah satu-satunya. Banyak pelaku usaha kecil lainnya juga mengeluhkan dampak serupa. Di satu sisi, program MBG dinilai efektif dalam memastikan siswa mendapatkan makanan bergizi tanpa biaya. Namun, di sisi lain, keberadaan program ini turut menggerus pendapatan para pedagang kantin, yang sebagian besar merupakan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari penjualan harian.***