Jaksa Rio Vernika Putra, dalam persidangan, menyatakan bahwa permintaan pengumpulan dana dilakukan setiap tiga bulan. Kepala Bapenda diminta untuk mengoordinasikan pemotongan insentif yang diterima para pegawai, kemudian menyerahkan hasil potongan tersebut sesuai arahan terdakwa.
“Selama periode menjabat sebagai Plt dan Wali Kota, terdakwa terbukti secara aktif meminta pemotongan dari pembayaran insentif para pegawai negeri,” ungkap Jaksa Rio di hadapan majelis hakim.
Dana yang terkumpul dari pemotongan itu, menurut dakwaan, digunakan untuk berbagai keperluan internal, seperti pembiayaan kegiatan Dharma Wanita, pembelian seragam batik, pengadaan bingkisan Hari Raya, lomba memasak nasi goreng, hingga rekreasi bersama ke Bali.
Keaslian Ijazah Jokowi Dipertanyakan, Pihak UGM Tegaskan Dokumen Asli dan Sah
Tidak hanya untuk kepentingan internal organisasi, sebagian dana tersebut juga diduga dimanfaatkan untuk membangun citra politik Mbak Ita menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Jaksa menegaskan bahwa penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya dan melanggar aturan pengelolaan keuangan negara.
Sidang ini menjadi awal dari proses hukum yang akan menentukan nasib politik Mbak Ita, yang sebelumnya dikenal sebagai pemimpin perempuan pertama di Kota Semarang. Kasus ini sekaligus menjadi perhatian luas karena melibatkan praktik pemotongan dana yang seharusnya menjadi hak penuh pegawai pemerintah.***