
Dalam skema yang sedang disiapkan, nilai uang akan disederhanakan dengan menghapus tiga angka nol di belakang. Dengan demikian, uang pecahan Rp1.000 akan menjadi Rp1, Rp10.000 menjadi Rp10, dan seterusnya. Meski begitu, pemerintah menegaskan bahwa redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan nilai uang, melainkan sekadar penyetaraan nominal agar sistem transaksi menjadi lebih efisien dan modern.
Kasus Plaza Klaten Memanas: OC Kaligis Menduga Ada Tebang Pilih Dalam Penetapan Tersangka
Menteri Keuangan menyebut redenominasi akan mempermudah pencatatan transaksi keuangan, akuntansi, dan sistem pembayaran digital. “Tujuannya adalah efisiensi, bukan mengurangi nilai uang masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta. Bank Indonesia menambahkan bahwa kebijakan ini juga akan memperkuat citra rupiah di pasar internasional dan menyesuaikan sistem ekonomi Indonesia dengan praktik global.
10 November Hari Pahlawan: Makna, Sejarah, dan Pesan yang Harus Diingat Generasi Muda
Sementara itu, proses sosialisasi akan dilakukan secara bertahap sebelum penerapan resmi. Pemerintah berencana menjalankan masa transisi selama dua hingga tiga tahun agar masyarakat terbiasa dengan nilai nominal baru. Selama masa itu, uang lama dan uang baru akan beredar bersamaan untuk memastikan tidak ada kebingungan di kalangan pelaku usaha dan masyarakat umum.
Ekonom menilai bahwa redenominasi bisa membawa dampak positif jika dijalankan pada waktu yang tepat, terutama saat inflasi stabil dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan tren positif. Namun, sejumlah pihak mengingatkan perlunya edukasi masif agar masyarakat tidak salah persepsi dan menganggap redenominasi sama dengan pemotongan nilai uang.
Dengan rencana ini, pemerintah berharap Indonesia dapat memiliki sistem keuangan yang lebih sederhana, efisien, dan siap menghadapi era digitalisasi ekonomi. Kebijakan redenominasi rupiah menjadi salah satu langkah strategis menuju reformasi ekonomi nasional yang lebih transparan dan modern.***